Minggu, 11 Maret 2012

Gereja: Nyaris Tak Terdengar

Gereja: Nyaris Tak Terdengar


Pada umumnya, ibadah kita di dalam gedung gereja berlangsung dengan banyak suara: permainan musik, nyanyian jemaat, paduan suara, khotbah pendeta, dan lain sebagainya. Semua suara itu diharapkan membangun iman kita. Namun, bagaimana suara gereja terdengar dari luar gedungnya?

Sebagai seorang Kristiani, saya sering mencari pandangan Gereja (dalam hal ini pendapat yang mewakili lembaga Kristen atau sebagai anggota gereja) tentang isu-isu yang ada dalam masyarakat. Dalam pencarian itu, saya sering kecewa, karena suara Gereja nyaris tak terdengar, misalnya dalam masalah Undang-Undang Anti Pornografi, kasus terlantarnya ribuan TKW kita di Timur Tengah, dan disekapnya ABK (Anak Buah Kapal) kita di Somalia. Nyaris tak terdengar bukan?

Saya tidak tahu berapa banyak penghuni gereja mengalami kekecewaan yang sama seperti saya. Pastinya, kesunyian suara dari gereja harus dibenahi bersama. Jika tidak, janganlah kita heran kalau bangsa ini memandang kekristenan sebelah mata. Bahkan Injil kabar baikpun dapat menerima imbasnya. Masyarakat bisa urung mendengarkan kita, padahal Gereja ada untuk perbaikan dunia.

Terlintas tanya, mengapa suara Gereja nyaris tak terdengar? Apakah karena warga Gereja tidak tahu bahwa Yesus menginginkan mereka berkarya, termasuk dalam isu sosial yang ada? Jangan-jangan kita tidak menyuarakan perintah dan teladan Yesus untuk terjun dalam pergumulan sehari-hari manusia, dari mimbar dan kelas pembinaan gereja.

Saya juga jarang mendengarkan masalah sosial dibicarakan serius dalam acara gereja, baik yang formal maupun informal. Diskusi tentang itu mungkin justru lebih ramai dan seru di warung kopi di samping Gereja. Sudah saatnya gereja mendiskusikan masalah dunia dari kaca mata yang telah dibersihkan oleh Firman Allah. Warga Gereja harus lebih ramai dan serius memikirkan jalan keluar bagi masalah-masalah yang dihadapi oleh bangsa.

Gereja harus menjelaskan sejelas-jelasnya kepada warganya. Bahwa Yesus memerintahkan kita untuk menjawab pergumulan dunia, bukan tidak acuh atau lari daripadanya. Teladan Allah sendiri harus dibentangkan sebagai acuan, dari Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru.

Berdasarkan teladan Allah dan perintah-Nya yang telah diterangkan, gereja dapat menghimbau warganya untuk memakai segala daya yang ada, akal budi, latar belakang pendidikan, pekerjaan, dan lain sebagainya, untuk memberikan jawaban bagi isu-isu sosial yang ada. Insinyur dari gereja berbicara soal mobil Esemka, sarjana ekonomi dari gereja dapat mengusulkan sistem ekonomi yang tepat bagi Indonesia, ahli hukum anggota gereja dapat mengkritisi semrawutnya aplikasi tata perundangan kita, dan lain sebagainya.

Biarlah suara Gereja mengudara di bumi Indonesia baik melalui radio, surat kabar, maupun televisi. Suara gereja harus menghibur yang sedih, membela yang diperlakukan tidak adil, memberikan pencerahan dan jalan keluar, memberikan harapan-harapan yang indah. Suara itu harus benar-benar seindah nyanyian sorgawi yang terdengar dari dalam gedung Gereja. (Argius Sinabutar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar